Masyarakat Jakarta asli atau dikenal dengan suku Betawi mempunyai
banyak kesenian, salah satunya adalah Topeng Betawi. Topeng Betawi
sedikitnya memiliki tiga unsur utama yaitu : musik, tari, dan teater.
Tarian yang terkandung dalam Topeng Betawi inilah yang disebut Tari
Topeng Betawi.
Mengapa menggunakan “topeng”? Ini dikarenakan dahulu masyarakat
Betawi menganggap Topeng memiliki kekuatan magis. Selain dapat menolak
bala, juga dinilai mampu menghilangkan kedukaan karena kematian, sakit,
atau pun petaka lainnya. Selain itu, masyarakat Betawi menggunakan
pendekatan berbeda mengenai istilah topeng. Mungkin bagi banyak orang,
topeng itu adalah kedok (penutup wajah). Namun, tidak untuk masyarakat
Betawi. Masyarakat Betawi menggunakan “topeng” untuk istilah
pertunjukan. Anda pasti kenal kesenian yang bernama Topeng Monyet,
bukan? Ya, kesenian yang biasa Anda temui di Jakarta dan sekitarnya ini
adalah pertunjukkan yang menampilkan atraksi dari monyet yang terlatih.
Jadi, Topeng Betawi dapat diartikan pertunjukan dalam bentuk teater yang
mengandung aspek tari, nyanyi, narasi dengan dialog maupun monolog.
Para penarinya menggunakan topeng yang mirip dengan Topeng Banjet
Karawang Jawa Barat, namun dalam berbeda dari segi bahasa dimana dalam
Topeng Betawi memakai bahasa Betawi.
Salah seorang tokoh seniman Betawi terkenal yang telah mengusung
aneka tari-tarian Betawi khususnya Tari Topeng hingga ke mancanegara
adalah Entong Kisam. Dirinya sudah berkeliling ke 5 benua, serta 33
negara. Perlu diketahui bahwa negara yang paling sering ia lawati
bersama grup tari topengnya adalah Perancis, Cina dan Thailand.
Khusus bagi masyarakat Betawi, Topeng Betawi digunakan dalam ritual
kehidupan yang dianggap cukup penting, seperti pernikahan dan khitanan.
Pada kedua ritual itu, Topeng Betawi digelar untuk memeriahkan pesta.
Selain itu, Topeng Betawi juga digelar dengan tujuan membayar nazar.
Meskipun harus membayar mahal untuk sebuah pertunjukan Topeng Betawi,
namun rasanya hal itu tidak menjadi persoalan. “Biar tekor asal kesohor”
begitu ungkapan kalangan masyarakat Betawi tertentu dalam menjaga image
status sosiainya. Nah, bila si empunya hajat ingin menggelar Topeng
Betawi, ia lebih dulu membayar panjer (uang muka) pada grup yang telah
dipilih. Setelah ada kesepakatan biaya, kekurangannya akan dibayar pagi
setelah pesta usai. Uangnya diambil dari amplop sumbangan dari para tamu
yang hadir.
Seiring pergantian zaman, nampaknya Topeng Betawi juga telah
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Tercatat ada lima bentuk
perubahan yang disebabkan oleh urutan waktu dalam sejarah.
Pertama, esensi Topeng yang sakral dan magis tak lagi menjadi
motivasi bagi yang punya hajat. Topeng tak lagi berfungsi sebagai
penolak bala atau nazar bagi anak yang sering sakit-sakitan. Masyarakat
Betawi lebih percaya rumah sakit atau puskesmas untuk mengobati
seseorang yang sakit.
Kedua, pagelaran yang diselenggarakan dalam lingkup tradisi yaitu
acara pernikahan dan khitanan, juga mengalami pergeseran ke acara yang
lebih bersifat nasional.
Ketiga, keragaman estetika yang muncul di antara orang-orang Betawi
pun mulai menghilang karena masuknya para pendatang ke daerah
orang-orang Betawi. Termasuk berbagai bentuk kedok yang memperlihatkan
keragaman topeng, hilang secara perlahan lahan.
Keempat, durasi seni pertunjukan mengalami pergeseran. Jika dulu
(tahun 70-an) masih berlangsung hingga pukul 4 pagi, lama kelamaan
bergeser durasinya, sekarang paling lambat pukul 3 harus sudah selesai.
Ini dikarenakan orang-orang harus bersiap diri untuk sholat Subuh agar
tidak kesiangan.
Kelima, narasi pagelaran Topeng, tak lagi mengangkat tema kemiskinan
di wilayah-wilayah tuan-tuan tanah, dan telah beralih dengan mengunakan
isu nasional yang kadang-kadang menjadi legitimasi kepentingan politik
tertentu.
Bisa dirasakan, berkembangnya zaman telah merubah historical
sequences dari Topeng Betawi. Tidak saja secara fisik tetapi juga
ideologinya.
Dengan kata lain, telah terjadi pertumbuhan keragaman budaya, dalam
hal ini keragaman pagelaran Topeng Betawi. Itu bisa dimaklumi, mengingat
rasa memiliki terhadap budaya Betawi, kini bukan hanya milik orang
Betawi saja, tapi juga dimiliki para pendatang yang ingin melestarikan
budaya Betawi menurut zamannya.
http://crystalforest.wordpress.com/2010/01/13/tari-topeng-betawi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar