Jathilan dikenal sebagai tarian paling tua di Jawa, dikenal juga dengan
nama Jaran Kepang.Tarian ini mempertontonkan kegagahan seorang
prajurit di medan perang dengan menunggang kuda sambil menghunus sebuah
pedang. Penari menggunakan kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu
atau kulit binatang yang disebut dengan Kuda Kepang, diiringi alat musik
gendang, bonang, saron, kempul, slompret dan ketipung.Tarian
ini pertunjukkan oleh penari yang menggunakan seragam prajurit dan yang
lainnya menggunakan topeng dengan tokoh-tokoh yang beragam, ada
Gondoruwo (setan) atau Barongan (singa). Mereka mengganggu para prajurit
yang berangkat ke medan perang. Selain di Yogyakarta, Jathilan juga
berkembang di wilayah lain seperti, Jawa Timur, Jawa Tengah, meski
masing-masing menampilkan versi yang berbeda. Lakon yang dimainkan
umumnya sama, seperti Panji, Ario Penangsang atau gambaran kehidupan
prajurit pada masa kerajaan Majapahit.Kostum lainnya berupa
seragam celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaus
lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu
(srempeng), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng)
dan hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan mencolok dan
mengenakan kacamata hitam.Masyarakat lebih mengenal tarian ini
sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan.
Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus
sambil berputar-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance
atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di
depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan
gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari
mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian
penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar