Tari
Serampang Dua Belas merupakan salah satu dari sekian banyak tarian yang
berkembang di bawah Kesultanan Serdang di Kabupaten Serdang Bedagai
(dahulu Kabupaten Deli Serdang). Tari ini merupakan jenis tari
tradisional yang dimainkan sebagai tari pergaulan yang mengandung pesan
tentang perjalanan kisah anak muda dalam mencari jodoh, mulai dari
perkenalan sampai memasuki tahap pernikahan. Inilah salah satu cara
masyarkat Melayu Deli dalam mengajarkan tata cara pencarian jodoh kepada
generasi muda. Sehingga Tari Serampang Dua Belas menjadi kegemaran bagi
generasi muda untuk mempelajari proses yang akan dilalui nantinya jika
ingin membangun mahligai rumah tangga.
Nama
Tari Serampang Dua Belas dahulu lebih dikenal dengan nama Tari Pulau
Sari. Hal ini mengacu pada judul lagu yang mengiringi tarian tersebut,
yaitu lagu Pulau Sari. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada era 1940-an
dan digubah ulang antara tahun 1950—1960. Sauti yang lahir tahun 1903
di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ketika menciptakan Tari
Serampang Dua Belas sedang bertugas di Dinas PP&K Provinsi Sumatra
Utara. Atas inisiatif dari Dinas yang menaunginya, Sauti diperbantukan
menjadi guru di Perwakilan Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara di Medan.
Pada masa itulah sauti menciptakan beberapa kreasi tari yang terkenal
hingga sekarang termasuk Tari Serampang Dua Belas. Selain Tari Serampang
Dua Belas, Sauti juga berhasil menggubah bebarapa tari lain, yaitu tari
jenis Tiga Serangkai yang terdiri dari Tari Senandung dengan lagu Kuala
Deli, Tari Mak Inang dengan lagu Mak Inang Pulau Kampai, dan Tari Lagu
Dua dengan lagu Tanjung Katung.
Pada
awal perkembangannya, Tari Serampang Dua Belas hanya boleh dibawakan
oleh laki-laki. Hal ini karena kondisi masyarakat pada waktu itu
melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan
lenggak-lenggok tubuhnya. Tetapi dengan perkembangan zaman, di mana
perempuan sudah dapat berpartisipasi secara lebih leluasa dalam segala
kegiatan, maka Tari Serampang Dua Belas kemudian dimainkan secara
berpasangan antara laki-laki dan perempuan di berbagai pesta dan arena
pertunjukan.
Hingga
saat ini, Tari Serampang Dua Belas sudah berkembang ke beberapa daerah
di Indonesia selain Sumatra Utara, seperti Riau, Jambi, Kalimantan,
Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Selain dikenal dan dimainkan di
seluruh tanah air, Tari Serampang Dua Belas juga terkenal dan sering
dibawakan di beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura,
Thailand, dan Hongkong. Keberadaan Tari Serampang Dua Belas karya Sauti
ini, mendapat sambutan yang luar biasa di seluruh tanah air dan negara
tetangga. Seiring dengan perkembangan ini, Pemerintah Daerah Kabupaten
Serdang Bedagai beinisiatif untuk melindungi hak cipta tari ini sebagai
aset dan kekayaan daerah tersebut. Untuk mendukung rencana ini, maka
pemerintah setempat mengadakan seminar mengenai Tari Serampang Dua
Belas. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan kembali pada masyarakat
banyak tentang asal muasal dari tari ini, sehingga generasi muda tahu
dan mengerti. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari
Serampang Dua Belas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada di
kawasan Kabupaten Serdang Bedagai.
Keistimewaan
Nama
Tari Serampang Dua Belas sebetulnya diambil dari dua belas ragam
gerakan tari yang bercerita tentang tahapan-tahapan proses pencarian
jodoh hingga memasuki tahap perkawinan. Ragam I adalah
permulaan tari dengan gerakan berputar sembari melompat-lompat kecil
yang menggambarkan pertemuan pertama antara seorang laki-laki dan
perempuan. Gerakan ini bertutur tentang pertemuan sepasang anak muda
yang diselingi sikap penuh tanda tanya dan malu-malu.
Ragam II adalah
gerakan tari yang dilakukan sambil berjalan kecil, lalu berputar dan
berbalik ke posisi semula sebagai simbol mulai tumbuh benih-benih cinta
antara kedua insan. Ragam II ini bercerita tentang mulai tumbuhnya rasa
suka di antara dua hati, akan tetapi mereka belum berani untuk
mengutarakannya.
Ragam III memperlihatkan
gerakan berputar (tari Pusing) sebagai simbol sedang memendam cinta.
Dalam tarian ini nampak pemuda dan pemudi semakin sering bertemu,
sehingga membuat cinta makin lama makin bersemi. Namun, keduanya masih
memendamnya tanpa dapat mengutarakannya. Gerakan dalam tarian ini
menggambarkan kegundahan dua insan yang memendam rasa.
Ragam IV dilakukan
dengan gerakan tarian seperti orang mabuk sebagai simbol dari dua
pasang kekasih yang sedang dimabuk kepayang. Gerak tari yang dimainkan
dengan melenggak-lenggok dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Pada
ragam ini (Tahap IV) proses pertemuan jiwa sudah mulai mendalam dan
tarian ini menggambarkan kondisi kedua insan yang sedang dimabuk
kepayang karena menahan rasa yang tak kunjung padam.
Ragam V dilakukan
dengan cara berjalan melenggak-lenggok sebagai simbol memberi isyarat.
Pada ragam ini, perempuan berusaha mengutarakan rasa suka dan cinta
dengan memberi isyarat terhadap laki-laki, yaitu dengan gerakan
mengikuti pasangan secara teratur. Gerakan tari pada Ragam V ini sering
juga disebut dengan ragam gila.
Ragam VI merupakan gerakan tari dengan
sikap goncet-goncet sebagai simbol membalas isyarat dari kedua insan
yang sedang dilanda cinta. Pada ragam ini, digambarkan pihak laki-laki
yang mencoba menangkap isyarat yang diberikan oleh perempuan dengan
menggerakkan sebelah tangan. Si pemuda dan pemudi kemudian melakukan
tarian dengan langkah yang seirama antara pemuda dan pemudi.
Ragam VII dimulai
dengan menggerakkan sebelah kaki kiri/kanan sebagai simbol menduga. Hal
ini menggambarkan terjadinya kesepahaman antara dua pasang kekasih
dalam menangkap isyarat yang saling diberikan. Dari isyarat ini mereka
telah yakin untuk melanjutkan kisah yang telah mereka rajut hingga
memasuki jenjang perkawinan. Setelah janji diucapkan, maka sepasang
kekasih yang sedang dimabuk asmara tersebut pulang untuk bersiap-siap
melanjutkan cerita indah selanjutnya.
Ragam VIII dilakukan
dengan gerakan melonjak maju-mundur simbol proses meyakinkan diri.
Gerakan ini dilakukan dengan melompat sebanyak tiga kali yang dilakukan
sembari maju-mundur. Muda-mudi yang telah berjanji, mecoba kembali
meresapi dan mencoba meyakinkan diri untuk memasuki tahap kehidupan
selanjutnya. Gerakan tari dilakukan dengan gerak bersuka ria yang
menunjukkan sepasang kekasih sedang asik bersenda-gurau sebelum memasuki
jenjang pengenalan dengan kedua keluarga besar.
Ragam IX
adalah gerakan tari yang dilakukan dengan melonjak sebagai simbol
menunggu jawaban. Gerakan tari menggambarkan upaya dari muda-mudi untuk
meminta restu kepada orang tua agar menerima pasangan yang mereka pilih.
Kedua muda-mudi tersebut berdebar-debar menunggu jawaban dan restu
orang tua mereka.
Ragam X menggambarkan
gerakan saling mendatangi sebagai simbol dari proses peminangan dari
pihak laki-laki terhadap perempuan. Setelah ada jawaban kepastian dan
restu dari kedua orang tua masing-masing, maka pihak pemuda mengambil
inisiatif untuk melakukan peminangan terhadap pihak perempuan. Hal ini
dilakukan agar cinta yang sudah lama bersemi dapat bersatu dalam sebuah
ikatan suci, yaitu perkawinan.
Ragam XI memperlihatkan
gerakan jalan beraneka cara sebagai simbol dari proses mengantar
pengantin ke pelaminan. Setelah lamaran yang diajukan oleh pemuda
diterima, maka kedua keluarga akan melangsungkan perkawinan. Gerakan
tari biasanya dilakukan dengan nuansa ceria sebagai ungkapan rasa syukur
menyatunya dua kekasih yang yang sudah lama dimabuk asmara menuju
pelaminan dengan hati yang berbahagia.
Memadukan sapu tangan, pertanda menyatunya dua hati
Ragam XII atau
ragam yang terakhir dimainkan dengan menggunanan sapu tangan sebagai
sebagai simbol telah menyatuya dua hati yang saling mencintai dalam
ikatan perkawinan. Pada ragam ini, gerakan tari dilakukan dengan sapu
tangan yang menyatu yang manggabarkan dua anak muda sudah siap
mengarungi biduk rumah tangga, tanpa dapat dipisahkan baik dalam keadaan
senang maupun susah.
Ragam
tarian yang dimainkan dalam Tari serampang Dua Belas bertambah indah
dan menarik dengan komposisi pakaian warna-warni yang dipakai para
penarinya. Lenggak-lenggok para penari begitu anggun dengan berbalut
kain satin yang menjadi ciri khas pakaian adat dari masyarakat Melayu di
pesisir pantai timur Pulau Sumatra. Sapu tangan melengkapi perpaduan
pakaian tersebut yang kemudian dipergunakan sebagai media tari pada
gerakan penutup Tari Serampang Dua Belas.
Gerakan tari menggunakan sapu tangan.
Lokasi
Tari
Serampang Dua Belas biasa ditampilkan pada hari jadi Kabupaten Serdang
Bedagai, terutama dalam perlombaan yang dipusatkan di aula Kantor Bupati di Kota Sei. Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar